Balada Seorang Pria (Part # 1)


Selama kurang lebih 22 tahun aku menjalani hidup, tak pernah sekalipun aku menjalin sebuah hubungan khusus -dengan seorang wanita- yang entah sejak kapan telah menjadi sebuah menu khusus bagi sebagian besar anak muda zaman sekarang. Pacaran, istilah trennya. Bukan karena tak ada satupun wanita yang tertarik padaku kawan, bukan itu. Tidakkah kalian lihat di sana mereka sedang mengantri untuk mendapatkan perhatianku? Ah, tidak. Lupakan.

Bukan pula karena aku mempunyai kelainan dengan menyukai sesama jenis. Bukan itu. Sederhana saja kawan. Aku hanya tidak memiliki sebuah syarat wajib yang harus dimiliki oleh mereka yang ingin berpacaran. Modal. Ya, modal. Aku yakin kalian semua tahu kawan, siapapun ia, sepas-pasan apapun tampangnya, kalau ia memiliki dompet yang tebal, bisa dipastikan akan ada wanita yang mau dengannya. Walaupun tak bisa dipungkiri hanya terbatas pada mereka, para matrewati. Namun bagaimanapun juga, setidaknya ia telah berhasil merasakan yang namanya pacaran.

Yah, aku hanya ingin mengatakan,
tanpa terpenuhinya syarat yang satu ini, peluang untuk mencapai keberhasilan dalam berpacaran bisa dikatakan tipis. Bukannya mau menakut-nakuti kawan. Tapi berdasarkan realita yang ada, dan observasi singkat yang kulakukan, semuanya sesuai dengan teoriku tadi.
Coba fikir, bukankah untuk pergi nonton ke bioskop dengan sang pujaan hati, kita membutuhkan modal? Bukankah untuk jalan-jalan menghabiskan malam minggu berdua juga butuh modal? Atau, bukankah untuk sekedar menelpon wanita pujaan hanya untuk bilang “I love you” juga butuh modal?

Itu dia kawan, satu poin yang sampai sekarang belum kumiliki. Tebal dompetku terbatas. Inilah alasan yang membuatku enggan berpacaran. Tak ingin kuhabiskan uang dari orang tuaku hanya untuk modal pacaran.
Mungkin di luar sana, memang ada yang kondisinya mirip denganku, tapi tetap nekat berpacaran. Dengan penyakit kanker (kantong kering) stadium 4 yang diderita, ditambah tampang yang juga pas-pasan,hanya dengan bermodalkan sekarung cinta, ia nekat untuk terjun kedalam medan percintaan yang terkenal kejam. Aku agak bingung untuk menyebut mereka apa. Para pria yang percaya diri, ataukah para pria bodoh? Atau malah pria bodoh yang percaya diri. Ah entahlah.

Namun, aku agak kagum dengan mereka. Bagaimanapun juga, dengan kondisi yang serba pas-pasan, mereka tetap semangat menjalani hidup untuk meraih “cinta”. Mungkin filosofi hidup mereka adalah “love is my life”.

To be continue….

Komentar

Postingan populer dari blog ini

~Surat Spesial buat Bidadariku~

Sebuah Janji

Segurat Rasa