Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2011

Balada Seorang Pria (Part # 2)

Gambar
Sebenarnya, selain alasan yang kukemukakan pada bagian awal dari tulisan ini, ada satu lagi alasan yang membuatku enggan untuk berpacaran. Alasan yang kutemukan seiring dengan berjalanannya waktu. Alasan yang membuatku bisa bertahan dari berbagai godaan yang datang. Alasan yang membuatku lebih memilih untuk menjawab “tidak”, saat mereka menyatakan keinginannya untuk memilikiku. Alasan yang bisa membuatku bertahan saat virus merah jambu itu datang, menelusup ke dalam jiwa, mencoba menguasai akal, hati dan pikiranku. Hmm, mungkin kalian sudah tahu jawabannya. Yah, sepanjang pengetahuanku, agamaku Islam, tidak mengijinkan pemeluknya untuk menjalin hubungan spesial dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Walaa taqrabuzzinaa. Dan janganlah kalian mendekati zina.  Ah, kurasa tak perlu kujelaskan panjang lebar lagi. Percayalah kawan, apapun yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan, itulah yang terbaik untuk kita. Tak terkecuali untuk urusan pacaran. Aku yakin, semua larangan yang te

Balada Seorang Pria (Part # 1)

Gambar
Selama kurang lebih 22 tahun aku menjalani hidup, tak pernah sekalipun aku menjalin sebuah hubungan khusus -dengan seorang wanita- yang entah sejak kapan telah menjadi sebuah menu khusus bagi sebagian besar anak muda zaman sekarang. Pacaran, istilah trennya. Bukan karena tak ada satupun wanita yang tertarik padaku kawan, bukan itu. Tidakkah kalian lihat di sana mereka sedang mengantri untuk mendapatkan perhatianku? Ah, tidak. Lupakan. Bukan pula karena aku mempunyai kelainan dengan menyukai sesama jenis. Bukan itu. Sederhana saja kawan. Aku hanya tidak memiliki sebuah syarat wajib yang harus dimiliki oleh mereka yang ingin berpacaran. Modal. Ya, modal. Aku yakin kalian semua tahu kawan, siapapun ia, sepas-pasan apapun tampangnya, kalau ia memiliki dompet yang tebal, bisa dipastikan akan ada wanita yang mau dengannya. Walaupun tak bisa dipungkiri hanya terbatas pada mereka, para matrewati. Namun bagaimanapun juga, setidaknya ia telah berhasil merasakan yang namanya pacaran. Ya

Aku Memang Bajingan

Sejak dulu, ingin sekali kukatakan: Aku memang bajingan... Aku memang bajingan... Aku memang bajingan... Aku memang bajingan... dan, Aku memang bajingan... Aku memang bajingan... Aku memang bajingan... Aku memang bajingan... karena, Aku memang bajingan... Aku memang bajingan... Aku memang bajingan... Aku memang bajingan...

Sebuah Refleksi

Gambar
Menjadi bagian dari kelompok minoritas memang tak pernah menyenangkan.. Terlebih ketika perbedaan yang ada di antara kaum mayoritas dan minoritas itu telah menyentuh ranah sensitif yang acap kali menimbulkan perselisihan yang nyata.. Mereka yang menjadi bagian dari kelompok minoritas harus siap menerima predikat "aneh" yang disematkan oleh kaum mayoritas.. Lebih dari itu, mereka harus siap-secara fisik maupun mental- menerima perlakuan-perlakuan yang memang seolah menjadi menu wajib para kaum minoritas.. Pengucilan, anggapan remeh, tatapan sinis, atau bahkan cibiran yg secara langsung keluar dari mulut mereka yg telah terjerat fanatisme sempit terhadap kelompok yang dianutnya.. Maka, tekanan-tekanan seakan telah mjadi sesuatu yang akrab mendatangi para kaum minoritas.. Keadaan seperti itu pernah saya hadapi ketika